Kamis, 23 Desember 2010

MUHASABAH 7 ANGGOTA BADAN

Umar bin Al Khathab radhiyallahu ‘anhu berkata: “Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab…”. Dikeluarkan oleh At Tirmidzi dalam sunannya.

Ketahuilah saudaraku, muhasabah diri adalah amal yang amat mulia yang dapat membawa pelakunya kepada jalan yang diridhai oleh Allah Ta’ala.

Al Hasan Al Bashri rahimahullah berkata: “Sesungguhnya seorang hamba akan senantiasa baik selama ada yang memberinya peringatan dari dirinya, dan berusaha untuk selalu bermuhasabah”.

Demikian pula yang dinyatakan oleh Maimun bin Mihran rahimahullah: “Seorang hamba tidak menjadi bertaqwa sampai ia benar-benar memuhasabah dirinya lebih ketat dari muhasabah seorang pebisnis kepada patnernya”.

Ibnu Qayyim rahimahullah berkata: “Jiwa dan pemiliknya bagaikan dua orang yang bekerjasama untuk berbisnis dalam sebuah syarikah (Perusahaan Terbatas/PT) dimana tidak sempurna kerjasama antara keduanya kecuali dengan empat perkara”:

Pertama: Memberikan syarat-syarat dalam segala macam kebijakan yang diambil patnernya.
Kedua: Mengetahui apa sepak terjang patnernya, membimbing dan mengawasinya.
Ketiga: Memuhasabahnya.
Keempat: Mencegahnya dari perbuatan khianat.

Sebagai seorang muslim, sudah sepatutnya memberi syarat kepada ketujuh anggota tubuhnya. Semuanya merupakan modal utama untuk menghasilkan keuntungan yang baik. Jika orang yang tidak memiliki modal, maka bagaimana mungkin berharap keuntungan.

Tujuh anggota itu adalah: mata, telinga, mulut, lisan, kemaluan, tangan dan kaki. Menjaga tujuh anggota tubuh ini adalah asas segala kebaikan dan melalaikannya adalah asas segala keburukan.

Apabila kita telah memberi persyaratan, maka melangkah kepada tindakan selanjutnya yaitu mengetahui apa sepak terjangnya, membimbing dan mengawasinya. Perlu dicatat, jangan pernah sekali-kali melalaikannya, karena suatu ketika ketujuh anggota tubuh tersebut akan berkhianati

Ketika telah terasa adanya kekurangan, maka melangkah kepadill tindakan selanjutnya yaitu muhasabah. Tujuannya adalah untuk mengetahu keuntungan dan kerugian dari seluruh aktifitas ketujuh anggotatubuh tersebut.

Satu hal utama yang perlu diingat adalah, jika ia bersungguh-sungguh dalam mengawasi dan memuhasabah jiwanya di dunia ini, maka ia akan beristirahat kelak di hari akhirat. Sebaliknya, jika ia lalai maka hisabnya di hari akhirat semakin berat.

Tempat Muhasabah

Ibnu Qayyim rahimahullah menyebutkan bahwa muhasabah hendaknya dilakukan di dua waktu. Yakni sebelum beramal dan setelah beramal. Hal ini sangat perlu, agar amal yang akan dilakukan bermanfaat dan menghasilkan pahala.

Sebelum beramal, periksalah selalu niat dan tujuan dalam melakukan sesuatu. Prinsip yang baik adalah tidak tergesa-gesa sampai melihat apakah perbuatan tersebut lebih berhak dilakukan ataukah ditinggalkan.

Al Hasan Al Bashri rahimahullah berkata: “Semoga Allah merahmati seorang hamba yang berhenti sejenak ketika berniat untuk melakukan sesuatu; jika ternyata ikhlas karena Allah, ia segera melanjutkan, dan jika ternyata bukan karena Allah, ia mundur”.

Setelah beramal, sebaiknya memperhatikan tiga perkara berikut:

a. Mengevaluasi diri, apakah ketaatan yang telah dilakukan masih terdapat kekurangan-kekurangan. Perlu diperhatikan bahwa hak Allah dalam ketaatan ada didalam enam perkara, yaitu: Ikhlas, melakukannya dengan sebagus-bagusnya, mengikuti contoh Rasul, persaksian ihsan, persaksian ni’mat Allah, dan melihat kekurangan yang ada padanya.

b. Menghisab diri terhadap semua perbuatan yang lebih baik ditinggalkan dari pada dilakukan.

c. Bermuhasabah terhadap perbuatan yang mubah yang biasa dikerjakan. Yakni dengan cara bertanya kepada diri sendiri, mengapa ia lakukan? Apakah mengharapkan keridhaan Allah, ataukah mengharapkan kehidupan dunia belaka?

Dengan cara-cara di atas, seorang hamba dapat melakukan muhasabah yang benar. Pertama, ia menghisab dirinya dalam amalan yang wajib. Jika ia ingat ada kekurangan padanya, ia segera memperbaikinya dengan cara qadla atau yang lainnya. Kedua, ia menghisab dirinya dalam perbuatan yang terlarang. Jika ia mengetahui bahwa ia telah melakukan sebuah dosa, ia segera bertaubat dan memohon ampun dan beramal kebaikan.

Selain itu, dengan cara-cara tersebut hamba Allah selalu sempat untuk menghisab kelalaiannya. Jika dirinya telah lalai dari tujuan penciptaannya, maka ia segera mengingat Allah dan kembali kepada-Nya. Kemudian ia menghisab ucapan-ucapannya, yang dilakukan oleh kedua kaki dan tangannya, dan yang didengar oleh telinganya. Selalu bertanya kepada diri sendiri:

Apa yang diinginkan dari semua itu?
Karena siapa? Bagaimana caranya?

Sebagai seorang muslim yang baik, senantiasa dan sudah sepatutnya mengetahui bahwa setiap gerakan dan ucapan akan ditampakkan padanya dua pertanyaan: Karena siapa kamu melakukan dan bagaimana caranya? Yang pertama adalah pertanyaan tentang ikhlas dan yang kedua adalah pertanyaan tentang mutaba’ah (sesuai dengan yang dicontohkan Nabi atau tidak).

Seperti yang dinyatakan oleh firman Allah: “Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semue, Tentang apa yang telah mereka kerjakan dahulu.” (QS AI Hijir: 92-93).

Manfaat Muhasabah

Saudaraku, orang yang senantiasa bermuhasabah, ia akan dapat melihat aib-aib dirinya, dan tidak akan disibukkan melihat aib-aib orang lain. Jika perilaku ini sudah terbentuk, maka ia akan senantiasa tawadlu’ dan tidak merasa lebih baik dari orang lain.

Ayyub As Sikhtiyani berkata: “Apabila disebut orang-orang shalih, aku serasa paling rendah”. Daud Ath Thaai ketika dipuji berkata: “Jika manusia mengetahui sebagian kesalahan yang ada pada diriku, pasti lisan mereka akan bungkam untuk menyebutkan kebaikanku”.

Muhasabah akan menimbulkan taubat dan penyesalan atas dosa yang telah berlalu, dan akan senantiasa menjadikan pelakunya selalu berintrospeksi diri: Apakah sudah melaksanakan dengan sebaik-baiknya hak-hak Allah?

Berbeda dengan orang yang kurang bermuhasabah, ia hanya akan memperhatikan hak dirinya saja, dan tidak peduli dengan hak Allah, Perilaku ini biasanya akan menghalanginya untuk mencintai Allah sehingga ia tidak merasakan kelezatan ketika berdzikir kepada Allah. Inilah penyakit kronis yang dapat membinasakan seorang hamba. Allahul musta’an.

Seperti yang diungkapkan Ibnu Qayyim rahimahullah: “Manfaat muhasabah yang paling baik untuk hati adalah memperhatikan hak Allah atas hamba-Nya. Sehingga, seorang hamba akan selamat dari ‘ujub. Ia pun senantiasa memperhatikan amalnya, bahkan membuka pintu ketundukan di hadapan sang Pencipta. Ia juga akan sangat yakin bahwa keselamatan dirinya hanya mungkin diraih semata-mata dengan ampunan dan kasih sayang dari Allah Ta’ala.

Sayang, kebanyakan manusia hanya memikirkan hak dirinya sendiri dan tidak pernah memperhatikan hak Allah. Padahal muhasabah jiwa hakikatnya adalah perhatian hamba kepada hak Allah.

Pemahaman ini Insya Allah akan membawa hati kita kepada Allah dan menjadikannya bersimpuh di hadapan-Nya. Hati kita senantiasa akan dipenuhi dengan ketundukan dan rasa butuh kepada kekayaan-Nya. Ketundukan adalah sebuah sikap kemuliaan bagi manusia sebagai hamba Allah.

Betapa pentingnya muhasabah untuk kehidupan hamba. Renungkanlah, bahwa kebinasaan akan menimpa manusia jika dirinya melalaikannya. Orang yang tertipu adalah jika selalu memejamkan matanya terhadap perilaku buruk yang selalu dilakukan.

Ia berjalan tanpa berfikir dan hanya mengandalkan ampunan dan maafnya Allah Ta’ala semata. Orang dengan keadaan seperti ini, pasti amat mudah melakukan dosa, bahkan merasa betah dan sulit meninggalkannya. Semoga kita terlindung darinya. Amiin.

Rujukan: kitab Ighatsatulahfan karya Ibnu Qayyim Rahimahullah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar