Jumat, 19 November 2010

tafsir surat Al-A'raf : 177 dan 178


Allah Swt. berfirman bahwa seburuk buruknya perumpamaan adalah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Dengan kata lain, seburukburuk perumpamaan adalah perumpamaan mereka yang diserupakan dengan anjing,

karena anj ing tidak ada yang dikejarnya selain mencari makanan dan menyalurkan nafsu syahwat. Barang siapa yang menyimpang dari jalur ilmu dan jalan petunjuk, lalu mengejar kemauan hawa nafsu dan berahinya, maka keadaannya mirip dengan

anjing; dan seburukburuk perumpamaan ialah yang diserupakan dengan

anjing. Karena itulah di dalam sebuah hadis sahih disebutkan bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam. telah bersabda:

“Tiada pada kami suatu perumpamaan yang lebih buruk daripada

perumpamaan seseorang yang mencabut kembali hibahnya,

perumpamaannya sama dengan anjing, yang memakan kembali

muntahnya.”

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.:

dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim. (AlA'raf:177)

Maksudnya. Allah tidak menganiaya mereka, tetapi mereka sendirilah yang menganiaya dirinya sendiri karena berpaling dari mengikuti jalan hidayah dan taat kepada Tuhan, lalu cenderung kepada keduniawian yang fana dan mengejar kelezatan serta kemauan hawa nafsu.

Al-A'raf, ayat 178

“Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang

mendapat petunjuk; dan barang siapayang disesatkan Allah, maka

merekalah

yang merugi.”

Tafsir Ibnu Kasir 213

Allah Swt. berfirman bahwa barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya; dan barang siapa yang disesatkan olehNya,

maka sesungguhnya dia telah merugi, kecewa, dan sesat tanpa dapat dielakkan lagi. Karena sesungguhnya sesuatu yang dikehendaki oleh Allah pasti terjadi, dan sesuatu yang tidak dikehendakiNya pasti tidak akan terjadi. Karena itulah di dalam hadits Ibnu Mas'ud radhiyallahu ‘anhu. disebutkan hal seperti berikut:

“Sesungguhnya segala puji bagi Allah. Kami memuji, memohon pertolongan, memohon hidayah, dan memohon ampun hanya kepadaNya. Dan Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan hawa nafsu kami dan keburukankeburukan amal perbuatan kami. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, tidak ada yang dapat menyesatkannya; dan barang siapa disesatkan oleh Allah, tidak ada yang dapat memberikan petunjuk kepadanya Dan saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagiNya.

Dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan RasulNya.

Hadits selengkapnya diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan para pemilik kitab sunnah dan kitab-kitab lainnya.

"syukran me2tku hayyu rafikha"

Rabu, 17 November 2010

Aku Ingin??????


Aku ingin menjadi seperti Siti Khadijah,
Menjalinkan sebuah cinta yang agung,
Manginfakkan hartanya untuk fisabilillah.
Izinkan aku Ya Allah..
Izinkan aku menjadi wanita solehah,
Izinkan aku menjadi sayap kiri perjuangan,
Yang rela mati dalam keunggulan iman,
Karena Islam merindukan kemunculan,
Muslimah, mukminah, mujahidah
Mewarisi kegemilangan serikandi ummah..

Selasa, 16 November 2010

Tingkatan Kepribadian Manusia dalam Pandangan Islam

Perjalanan hidup setiap individu dalam menuju kesempurnaan kepribadiannya akan melewati tingkatan kepribadian sebagai berikut :

Kepribadian tingkat I : An-Nafs al-Ammarah

Pada tingkat ini manusia condong pada hasrat dan kenikmatan dunia. Minatnya tertuju pada pemeliharaan tubuh, kenikmatan selera-selera jasmani dan pemanjaan ego. Ditingkat ini iri, serakah, sombong, nafsu seksual, pamer, fitnah, dusta, marah dan sejenisnya menjadi yang paling dominan.

Kepribadian tingkat II : An-Nafs al-Lawwamah

Pada tingkat ini manusia sudah mulai melawan nafsu jahat yang timbul, meskipun ia masih bingung tentang tujuan hidupnya. Jiwanya suadah melawan hasrat-hasrat rendah yang muncul. Diri masih menjadi subyek yang dikendalikan hasrat-hasrat yang bersifat fisik, ia masih sering tertipu oleh muslihat dunia yang sementara ini.

Kepribadian tingkat III : An- Nafs al-Mulhima

Pada tingkat ini manusia sudah menyadari cahaya sejati tidak lain adalah petunjuk Allah SWT. Semangat takwa dan mencari ridho Allah SWT adalah semboyannya. Ia tidak lagi mencari kesalahan-kesalahan orang lain tetapi ia selalu introspeksi untuk menjadi hamba Allah yang lurus. Ia selalu zikir dan selalu mengikuti sunnah nabi Muhammad SAW.

Kepribadian tingkat IV : An-Nafs al-Qana’ah

Pada tingkat ini hati telah mantab, merasa cukup dengan apa yang dimilikinya dan tidak tertarik dengan apa yang dimiliki oleh orang lain. Ia sudah tidak ingin berlomba untuk menyamai orang lain. Ketinggalan ‘status’ baginya bukan berarti keterbelakangan dan kebodohan. Ia menyadari bahwa ketidak puasan atas segala sesuatu yang telah ditetapkan Allah SWT menunjukkan keserakahan dan ketidak matanagan pribadi. Pada tingkat ini manusia mengetahui bahwa seseorang tidak dapat memperoleh kebaikan apapun kecuali dengan kehendak Allah SWT. Hanya Allah SWT yang mengetahui apa yang terbaik dalam situasi apapun.

Kepribadian tingkat V : An-Nafs al-Mut’mainnah

Pada tingkat ini manusia telah menemukan kebahagiaan dalam mencintai Allah SWT. Ia tidak ingin memperoleh “pengakuan” dari masyarakat atau pun tentang tujuannya. Jiwanya telah tenang, terbebas dari ketegangan, karena pengetahuannya telah mantap bahwa segala sesuatu akan kembali kepada Allah SWT. Ia benar-benar telah memperoleh kualitas yang sangat baik dalam ketenangan dan keheningan.

Kepribadian tingkat VI : An-Nafs al-Radiyah

Ini adalah ciri tambahan bagi jiwa yang puas dan tenang. Ia merasa bahagia karena Allah SWT ridho padanya. Ia selalu waspada akan tumbuhnya keengganan yang paling sepele terhadap kodratnya sebagai abdi Tuhan. Ia menyadari bahwa Islam adalah fitrah insan dan ia pun haqqul yaqin pada firman Allah SWT, “…. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia sangat baik bagimu….” Ia patuh pada Allah SWT semata-mata hanya sebagai perwujudan rasa terima kasihnya.

Kepribadian tingkat VII : An-Nafs al-Kamilah

Ini adalah tingkat manusia yang sempurna (al-Insan al-Kamil). Kesempurnaannya adalah kesempurnaan moral yang telah bersih dari semua hasrat kejasmanian sebagai hasil dari kesadaran murni akan pengetahuan yang sempurna tentang Allah SWT. “Selubung diri” nya telah terbuka hanya mengikuti Kesadaran Illahi. Nabi Muhammad SAW adalah contoh manusia yang telah sampai pada tingkat ini. Kepribadiannya mengungkapkan segala hal yang mulia dalam kodrat manusia.

Sumber : ‘Pengenalan Diri dan Dambaan Spiritual’ oleh Abdul Fattah Rashid Hamid