Kamis, 23 Desember 2010

Untaian nasehat untuk Muslimah Salafiyah

1.Hendaklah bermuamalah kepada kaum muslimin dengan pergaulan yang baik termasuk juga kepada orang-orang kafir sekalipun.

Sesungguhnya Allah –‘azza wa jalla- berfirman :

وَقُولُواْ لِلنَّاسِ حُسْنًا - البقرة : 83

“Dan berkatalah kepada manusia dengan ucapan yang baik.” [QS. Al Baqoroh ayat 83]

Dan Allah Berfirman :

إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّواْ الأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا – النساء : 58

“Sesungguhnya Allah menyuruh kalian untuk menunaikan amanat kepada keluarganya.” [QS. An Nisa ayat 58]

Dan Allah juga berfirman :

وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُواْ – الأنعام : 152

“Apabila kalian berkata maka hendaklah kalian berlaku adil.” [QS. Al An’am:152]

Dan Allah-Subhanallahu wa ta’ala- berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُونُواْ قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاء للهِ وَلَوْ عَلَى أَنفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالأَقْرَبِينَ إِن يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقِيرًا فَاللهُ أَوْلَى بِهِمَا فَلاَ تَتَّبِعُواْ الْهَوَى أَن تَعْدِلُواْ وَإِن تَلْوُواْ أَوْ تُعْرِضُواْ فَإِنَّ اللهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا – النساء : 135

“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kalian orang-orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kalian mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kalian memutarbalikkan atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” [QS. An Nisa ayat 135]

2.

Hendaklah kamu selalu berpakaian dengan pakaian muslimah, dan hendaklah kamu jangan menyerupai musuh-musuh islam.

Imam Ahmad meriwayatkan dalam musnadnya, dari hadits Abdullah bin Umar –radhiyallahu ‘anhuma- dia berkata: Rasulullah –Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:

من تشبه بقوم فهو منهم

“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia merupakan bagian dari kaum tersebut.”

Dan Allah Yang Maha Perkasa berfirman dalam perkara pakaian;

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاء الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلا يُؤْذَيْنَ – الأحزاب :59

“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang-orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu.” [Qs. Al Ahzab ayat 59]

Dan diriwayatkan oleh Turmudzi di dalam kitab “Jami”-nya, dari hadits ‘Abdullah bin Mas’ud – radhiyallahu ‘anhu- , ia berkata; Rasulullah –Shallallahu ‘alaihi wasallam” bersabda:

المرأة عورة ؛ فإذا خرجت استشرفها الشيطان

“Wanita itu adalah aurat, jika ia keluar maka syaitan akan menghiasinya.”

3.

Hendaklah kamu berbuat baik kepada suamimu jika kamu menginginkan kehidupan yang bahagia.

Sesungguhnya Nabi –Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:

إذا دعا الرجل امرأته إلى فراشه فأبت لعنتها الملائكة

“Apabila seorang laki-laki mengajak istrinya untuk berhubungan maka istrinya enggan niscaya malaikat melaknatnya.” [Muttafaqun ‘alaihi]<.span>

Dalam kitab Shahih Muslim :

إلا كان الذي في السماء غاضبًا عليها

“Maka penghuni langit marah kepadanya.”

4.

Hendaklah kamu merawat anak-anak kamu dalam naungan islam.

Telah diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dalam kitab Shahih mereka, dari hadits ‘Abdullah bin Umar -radhiyallahu ‘anhuma-, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

كلكم راع وكلكم مسؤول عن رعيته

“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya.”

Dan disebutkan:

المرأة أنها راعية في بيت زوجها ومسؤولة عن رعيتها

“Seorang wanita sesungguhnya seorang pemimpin di rumah suaminya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya.”

Dan dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, hadits dari Ma’qol bin Yasar -radhiyallahu ‘anhu-, ia berkata; Rasulullah –Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:

ما من راع يسترعيه الله رعيه ، ثم لم يحطها بنصحه إلا لن يجد رائحة الجنة

“Tidak ada seorang hamba yang Allah menyerahkan kepemimpinan kepadanya lalu ia tidak memimpin dengan penuh bimbingan, melainkan dia tidak akan mendapatkan wangi surga.”

Maka tidak pantas seseorang menyibukkan diri dengan berdakwah lalu ia lalai dalam mendidik anak-anaknya.

5.

Hendaklah para wanita ridho atas ketetapan Allah mengenai keutamaan laki-laki terhadap wanita.

Allah –subhanallaahu wata’ala- berfirman:

وَلاَ تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْض – النساء : 32

“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain.” [QS. An Nisa ayat 32]

Dan Allah –subhanallaahu wata’ala- berfirman:

الرَّجُلُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاء بِمَا فَضَّلَ اللهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُواْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللهُ وَالَّلاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلاَ تَبْغُواْ عَلَيْهِنَّ سَبِيلاً إِنَّ اللهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا – النساء : 34

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (lelaki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara. Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” [QS. An Nisa ayat 34]

Dan dalam kitab Shahih Bukhori dan Shahih Muslim, dari hadits Abu Hurairah -radhiyallahu ‘anhu-, ia berkata; Rasulullah –Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:

استوصوا بالنساء خيرًا ؛ فإنهن خُلقن من ضِلع ، وإن أعوج ما في الضِلع أعلاه ، فإن ذهبت تقيمه كسرته ، وإن تركته لم يزل به عوج

“Nasihatilah wanita dengan yang baik (lemah lembut). Sesungguhnya mereka diciptakan dari tulang rusuk. Dan bagian terbengkok dari tulang rusuk adalah bagian atasnya. Seandainya kau paksa meluruskannya maka kamu akan mematahkannya. Dan seandainya kamu biarkan maka akan terus saja bengkok.”

Maka hendaklah bagi kaum wanita untuk bersabar dengan apa yang Allah tetapkan atas dirinya tentang kelebihan laki-laki terhadap dirinya. Dan bukanlah berarti laki-laki memperbudak wanita.

Sebagaimana dalam kitab Jami’ At-Turmudzi, Rasulullah –Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:

استوصوا بالنساء خيرًا ، فإنما هن عوان عندكم ، لا تملكون منهن غير ذلك ألا وإن لكم في نساءكم حقًا ، ألا وإن لنسائكم عليكم حقًا ، فحقكم عليهن أن لا يوطئن فرشكم من تكرهون ولا يأذنَّ في بيوتكم من تكرهون ، وحقهن عليكم أن تحسنوا إليهن في طعامهن وكسوتهن

“Berwasiatlah kalian kepada para wanita (istri) dengan baik karena mereka itu hanyalah tawanan di sisi kalian. Kalian tidak menguasai dari mereka sedikitpun kecuali hanya itu Ketahuilah, kalian memiliki hak terhadap istri-istri kalian dan mereka pun memiliki hak terhadap kalian. Hak kalian (laki-laki) terhadap mereka (wanita) adalah mereka (wanita) tidak boleh membiarkan seorang yang kalian benci untuk menginjak permadani kalian dan mereka (wanita) tidak boleh mengijinkan orang yang kalian benci untuk masuk ke rumah kalian. Sedangkan hak mereka (wanita) terhadap kalian adalah kalian berbuat baik terhadap mereka dalam hal pakaian dan makanan mereka (wanita).”

Dalam kitab Sunan dan Musnad Imam Ahmad, dari hadits Mu’awiyah bin Haidah -radhiallahu ‘anhu- bahwasannya seorang laki-laki bertanya: “Ya Rasulullah, apakah hak-hak istri kami atas kami?,” Beliau menjawab, “Engkau memberi makan mereka bila engkau makan, engkau beri mereka pakaian bila engkau berpakaian, dan janganlah engkau memukul wajah mereka, dan janganlah kamu menjelekkan mereka, dan janganlah kamu berpisah ranjang dengannya kecuali di dalam rumah.”

Maka apakah yang harus engkau lakukan? Semoga Allah merahmatimu. Maka hendaklah kita semua saling tolong-menolong dalam kebaikan. Seorang laki-laki memperlakukan istrinya dengan pergaulan yang islami, dan membantu istri dalam menuntut ilmu dan berdakwah. Dan sebaliknya, seorang istri memperlakukan suaminya dengan pergaulan yang islami dan membantu suami dalam menuntut ilmu, berdakwah, dan menata dengan baik apa-apa yang ada di rumah. Sesungguhnya Allah –‘azza wa jalla- berfirman: “Dan tolong-menolonglah kalian dalam kebajikan dan takwa, dan janganlah kalian tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.”

MUHASABAH 7 ANGGOTA BADAN

Umar bin Al Khathab radhiyallahu ‘anhu berkata: “Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab…”. Dikeluarkan oleh At Tirmidzi dalam sunannya.

Ketahuilah saudaraku, muhasabah diri adalah amal yang amat mulia yang dapat membawa pelakunya kepada jalan yang diridhai oleh Allah Ta’ala.

Al Hasan Al Bashri rahimahullah berkata: “Sesungguhnya seorang hamba akan senantiasa baik selama ada yang memberinya peringatan dari dirinya, dan berusaha untuk selalu bermuhasabah”.

Demikian pula yang dinyatakan oleh Maimun bin Mihran rahimahullah: “Seorang hamba tidak menjadi bertaqwa sampai ia benar-benar memuhasabah dirinya lebih ketat dari muhasabah seorang pebisnis kepada patnernya”.

Ibnu Qayyim rahimahullah berkata: “Jiwa dan pemiliknya bagaikan dua orang yang bekerjasama untuk berbisnis dalam sebuah syarikah (Perusahaan Terbatas/PT) dimana tidak sempurna kerjasama antara keduanya kecuali dengan empat perkara”:

Pertama: Memberikan syarat-syarat dalam segala macam kebijakan yang diambil patnernya.
Kedua: Mengetahui apa sepak terjang patnernya, membimbing dan mengawasinya.
Ketiga: Memuhasabahnya.
Keempat: Mencegahnya dari perbuatan khianat.

Sebagai seorang muslim, sudah sepatutnya memberi syarat kepada ketujuh anggota tubuhnya. Semuanya merupakan modal utama untuk menghasilkan keuntungan yang baik. Jika orang yang tidak memiliki modal, maka bagaimana mungkin berharap keuntungan.

Tujuh anggota itu adalah: mata, telinga, mulut, lisan, kemaluan, tangan dan kaki. Menjaga tujuh anggota tubuh ini adalah asas segala kebaikan dan melalaikannya adalah asas segala keburukan.

Apabila kita telah memberi persyaratan, maka melangkah kepada tindakan selanjutnya yaitu mengetahui apa sepak terjangnya, membimbing dan mengawasinya. Perlu dicatat, jangan pernah sekali-kali melalaikannya, karena suatu ketika ketujuh anggota tubuh tersebut akan berkhianati

Ketika telah terasa adanya kekurangan, maka melangkah kepadill tindakan selanjutnya yaitu muhasabah. Tujuannya adalah untuk mengetahu keuntungan dan kerugian dari seluruh aktifitas ketujuh anggotatubuh tersebut.

Satu hal utama yang perlu diingat adalah, jika ia bersungguh-sungguh dalam mengawasi dan memuhasabah jiwanya di dunia ini, maka ia akan beristirahat kelak di hari akhirat. Sebaliknya, jika ia lalai maka hisabnya di hari akhirat semakin berat.

Tempat Muhasabah

Ibnu Qayyim rahimahullah menyebutkan bahwa muhasabah hendaknya dilakukan di dua waktu. Yakni sebelum beramal dan setelah beramal. Hal ini sangat perlu, agar amal yang akan dilakukan bermanfaat dan menghasilkan pahala.

Sebelum beramal, periksalah selalu niat dan tujuan dalam melakukan sesuatu. Prinsip yang baik adalah tidak tergesa-gesa sampai melihat apakah perbuatan tersebut lebih berhak dilakukan ataukah ditinggalkan.

Al Hasan Al Bashri rahimahullah berkata: “Semoga Allah merahmati seorang hamba yang berhenti sejenak ketika berniat untuk melakukan sesuatu; jika ternyata ikhlas karena Allah, ia segera melanjutkan, dan jika ternyata bukan karena Allah, ia mundur”.

Setelah beramal, sebaiknya memperhatikan tiga perkara berikut:

a. Mengevaluasi diri, apakah ketaatan yang telah dilakukan masih terdapat kekurangan-kekurangan. Perlu diperhatikan bahwa hak Allah dalam ketaatan ada didalam enam perkara, yaitu: Ikhlas, melakukannya dengan sebagus-bagusnya, mengikuti contoh Rasul, persaksian ihsan, persaksian ni’mat Allah, dan melihat kekurangan yang ada padanya.

b. Menghisab diri terhadap semua perbuatan yang lebih baik ditinggalkan dari pada dilakukan.

c. Bermuhasabah terhadap perbuatan yang mubah yang biasa dikerjakan. Yakni dengan cara bertanya kepada diri sendiri, mengapa ia lakukan? Apakah mengharapkan keridhaan Allah, ataukah mengharapkan kehidupan dunia belaka?

Dengan cara-cara di atas, seorang hamba dapat melakukan muhasabah yang benar. Pertama, ia menghisab dirinya dalam amalan yang wajib. Jika ia ingat ada kekurangan padanya, ia segera memperbaikinya dengan cara qadla atau yang lainnya. Kedua, ia menghisab dirinya dalam perbuatan yang terlarang. Jika ia mengetahui bahwa ia telah melakukan sebuah dosa, ia segera bertaubat dan memohon ampun dan beramal kebaikan.

Selain itu, dengan cara-cara tersebut hamba Allah selalu sempat untuk menghisab kelalaiannya. Jika dirinya telah lalai dari tujuan penciptaannya, maka ia segera mengingat Allah dan kembali kepada-Nya. Kemudian ia menghisab ucapan-ucapannya, yang dilakukan oleh kedua kaki dan tangannya, dan yang didengar oleh telinganya. Selalu bertanya kepada diri sendiri:

Apa yang diinginkan dari semua itu?
Karena siapa? Bagaimana caranya?

Sebagai seorang muslim yang baik, senantiasa dan sudah sepatutnya mengetahui bahwa setiap gerakan dan ucapan akan ditampakkan padanya dua pertanyaan: Karena siapa kamu melakukan dan bagaimana caranya? Yang pertama adalah pertanyaan tentang ikhlas dan yang kedua adalah pertanyaan tentang mutaba’ah (sesuai dengan yang dicontohkan Nabi atau tidak).

Seperti yang dinyatakan oleh firman Allah: “Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semue, Tentang apa yang telah mereka kerjakan dahulu.” (QS AI Hijir: 92-93).

Manfaat Muhasabah

Saudaraku, orang yang senantiasa bermuhasabah, ia akan dapat melihat aib-aib dirinya, dan tidak akan disibukkan melihat aib-aib orang lain. Jika perilaku ini sudah terbentuk, maka ia akan senantiasa tawadlu’ dan tidak merasa lebih baik dari orang lain.

Ayyub As Sikhtiyani berkata: “Apabila disebut orang-orang shalih, aku serasa paling rendah”. Daud Ath Thaai ketika dipuji berkata: “Jika manusia mengetahui sebagian kesalahan yang ada pada diriku, pasti lisan mereka akan bungkam untuk menyebutkan kebaikanku”.

Muhasabah akan menimbulkan taubat dan penyesalan atas dosa yang telah berlalu, dan akan senantiasa menjadikan pelakunya selalu berintrospeksi diri: Apakah sudah melaksanakan dengan sebaik-baiknya hak-hak Allah?

Berbeda dengan orang yang kurang bermuhasabah, ia hanya akan memperhatikan hak dirinya saja, dan tidak peduli dengan hak Allah, Perilaku ini biasanya akan menghalanginya untuk mencintai Allah sehingga ia tidak merasakan kelezatan ketika berdzikir kepada Allah. Inilah penyakit kronis yang dapat membinasakan seorang hamba. Allahul musta’an.

Seperti yang diungkapkan Ibnu Qayyim rahimahullah: “Manfaat muhasabah yang paling baik untuk hati adalah memperhatikan hak Allah atas hamba-Nya. Sehingga, seorang hamba akan selamat dari ‘ujub. Ia pun senantiasa memperhatikan amalnya, bahkan membuka pintu ketundukan di hadapan sang Pencipta. Ia juga akan sangat yakin bahwa keselamatan dirinya hanya mungkin diraih semata-mata dengan ampunan dan kasih sayang dari Allah Ta’ala.

Sayang, kebanyakan manusia hanya memikirkan hak dirinya sendiri dan tidak pernah memperhatikan hak Allah. Padahal muhasabah jiwa hakikatnya adalah perhatian hamba kepada hak Allah.

Pemahaman ini Insya Allah akan membawa hati kita kepada Allah dan menjadikannya bersimpuh di hadapan-Nya. Hati kita senantiasa akan dipenuhi dengan ketundukan dan rasa butuh kepada kekayaan-Nya. Ketundukan adalah sebuah sikap kemuliaan bagi manusia sebagai hamba Allah.

Betapa pentingnya muhasabah untuk kehidupan hamba. Renungkanlah, bahwa kebinasaan akan menimpa manusia jika dirinya melalaikannya. Orang yang tertipu adalah jika selalu memejamkan matanya terhadap perilaku buruk yang selalu dilakukan.

Ia berjalan tanpa berfikir dan hanya mengandalkan ampunan dan maafnya Allah Ta’ala semata. Orang dengan keadaan seperti ini, pasti amat mudah melakukan dosa, bahkan merasa betah dan sulit meninggalkannya. Semoga kita terlindung darinya. Amiin.

Rujukan: kitab Ighatsatulahfan karya Ibnu Qayyim Rahimahullah.

Jumat, 03 Desember 2010

10 TIPS MERAIH CINTA ALLAH S.W.T.


10 TIPS MERAIH CINTA ALLAH S.W.T.

1. Membaca Al-Quran dengan tadabbur dan memahaminya dengan baik.
2. Mendekatkan diri pada Allah dengan solat sunat setelah mengutamakan solat wajib.
3. Selalu berzikir dalam segala keadaan dengan hati, lisan, dan perbuatan.
4. Mengutamakan kehendak Allah dalam segala keadaan.
5. Menanamkan dalam hati nama-nama dan sifat-sifat Allah dan memahami maknanya.
6. Bersyukur kepada Allah dalam setiap perkara yang telah ditentukan olehNya.
7. Sentiasa tawadduk (rendah diri) kepada Allah.
8. Selalu bangun malam untuk beribadah, bermunajat dan membaca kitab suciNya.
9. Banyakkan bergaul dengan orang-orang soleh juga mengambil hikmah dan ilmu dari mereka.
10. Jangan mendekati perkara-perkara yang menyebabkan kita lalai dari mengigati Allah s.w.t.

Jumat, 19 November 2010

tafsir surat Al-A'raf : 177 dan 178


Allah Swt. berfirman bahwa seburuk buruknya perumpamaan adalah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Dengan kata lain, seburukburuk perumpamaan adalah perumpamaan mereka yang diserupakan dengan anjing,

karena anj ing tidak ada yang dikejarnya selain mencari makanan dan menyalurkan nafsu syahwat. Barang siapa yang menyimpang dari jalur ilmu dan jalan petunjuk, lalu mengejar kemauan hawa nafsu dan berahinya, maka keadaannya mirip dengan

anjing; dan seburukburuk perumpamaan ialah yang diserupakan dengan

anjing. Karena itulah di dalam sebuah hadis sahih disebutkan bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam. telah bersabda:

“Tiada pada kami suatu perumpamaan yang lebih buruk daripada

perumpamaan seseorang yang mencabut kembali hibahnya,

perumpamaannya sama dengan anjing, yang memakan kembali

muntahnya.”

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.:

dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim. (AlA'raf:177)

Maksudnya. Allah tidak menganiaya mereka, tetapi mereka sendirilah yang menganiaya dirinya sendiri karena berpaling dari mengikuti jalan hidayah dan taat kepada Tuhan, lalu cenderung kepada keduniawian yang fana dan mengejar kelezatan serta kemauan hawa nafsu.

Al-A'raf, ayat 178

“Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang

mendapat petunjuk; dan barang siapayang disesatkan Allah, maka

merekalah

yang merugi.”

Tafsir Ibnu Kasir 213

Allah Swt. berfirman bahwa barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya; dan barang siapa yang disesatkan olehNya,

maka sesungguhnya dia telah merugi, kecewa, dan sesat tanpa dapat dielakkan lagi. Karena sesungguhnya sesuatu yang dikehendaki oleh Allah pasti terjadi, dan sesuatu yang tidak dikehendakiNya pasti tidak akan terjadi. Karena itulah di dalam hadits Ibnu Mas'ud radhiyallahu ‘anhu. disebutkan hal seperti berikut:

“Sesungguhnya segala puji bagi Allah. Kami memuji, memohon pertolongan, memohon hidayah, dan memohon ampun hanya kepadaNya. Dan Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan hawa nafsu kami dan keburukankeburukan amal perbuatan kami. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, tidak ada yang dapat menyesatkannya; dan barang siapa disesatkan oleh Allah, tidak ada yang dapat memberikan petunjuk kepadanya Dan saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagiNya.

Dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan RasulNya.

Hadits selengkapnya diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan para pemilik kitab sunnah dan kitab-kitab lainnya.

"syukran me2tku hayyu rafikha"

Rabu, 17 November 2010

Aku Ingin??????


Aku ingin menjadi seperti Siti Khadijah,
Menjalinkan sebuah cinta yang agung,
Manginfakkan hartanya untuk fisabilillah.
Izinkan aku Ya Allah..
Izinkan aku menjadi wanita solehah,
Izinkan aku menjadi sayap kiri perjuangan,
Yang rela mati dalam keunggulan iman,
Karena Islam merindukan kemunculan,
Muslimah, mukminah, mujahidah
Mewarisi kegemilangan serikandi ummah..

Selasa, 16 November 2010

Tingkatan Kepribadian Manusia dalam Pandangan Islam

Perjalanan hidup setiap individu dalam menuju kesempurnaan kepribadiannya akan melewati tingkatan kepribadian sebagai berikut :

Kepribadian tingkat I : An-Nafs al-Ammarah

Pada tingkat ini manusia condong pada hasrat dan kenikmatan dunia. Minatnya tertuju pada pemeliharaan tubuh, kenikmatan selera-selera jasmani dan pemanjaan ego. Ditingkat ini iri, serakah, sombong, nafsu seksual, pamer, fitnah, dusta, marah dan sejenisnya menjadi yang paling dominan.

Kepribadian tingkat II : An-Nafs al-Lawwamah

Pada tingkat ini manusia sudah mulai melawan nafsu jahat yang timbul, meskipun ia masih bingung tentang tujuan hidupnya. Jiwanya suadah melawan hasrat-hasrat rendah yang muncul. Diri masih menjadi subyek yang dikendalikan hasrat-hasrat yang bersifat fisik, ia masih sering tertipu oleh muslihat dunia yang sementara ini.

Kepribadian tingkat III : An- Nafs al-Mulhima

Pada tingkat ini manusia sudah menyadari cahaya sejati tidak lain adalah petunjuk Allah SWT. Semangat takwa dan mencari ridho Allah SWT adalah semboyannya. Ia tidak lagi mencari kesalahan-kesalahan orang lain tetapi ia selalu introspeksi untuk menjadi hamba Allah yang lurus. Ia selalu zikir dan selalu mengikuti sunnah nabi Muhammad SAW.

Kepribadian tingkat IV : An-Nafs al-Qana’ah

Pada tingkat ini hati telah mantab, merasa cukup dengan apa yang dimilikinya dan tidak tertarik dengan apa yang dimiliki oleh orang lain. Ia sudah tidak ingin berlomba untuk menyamai orang lain. Ketinggalan ‘status’ baginya bukan berarti keterbelakangan dan kebodohan. Ia menyadari bahwa ketidak puasan atas segala sesuatu yang telah ditetapkan Allah SWT menunjukkan keserakahan dan ketidak matanagan pribadi. Pada tingkat ini manusia mengetahui bahwa seseorang tidak dapat memperoleh kebaikan apapun kecuali dengan kehendak Allah SWT. Hanya Allah SWT yang mengetahui apa yang terbaik dalam situasi apapun.

Kepribadian tingkat V : An-Nafs al-Mut’mainnah

Pada tingkat ini manusia telah menemukan kebahagiaan dalam mencintai Allah SWT. Ia tidak ingin memperoleh “pengakuan” dari masyarakat atau pun tentang tujuannya. Jiwanya telah tenang, terbebas dari ketegangan, karena pengetahuannya telah mantap bahwa segala sesuatu akan kembali kepada Allah SWT. Ia benar-benar telah memperoleh kualitas yang sangat baik dalam ketenangan dan keheningan.

Kepribadian tingkat VI : An-Nafs al-Radiyah

Ini adalah ciri tambahan bagi jiwa yang puas dan tenang. Ia merasa bahagia karena Allah SWT ridho padanya. Ia selalu waspada akan tumbuhnya keengganan yang paling sepele terhadap kodratnya sebagai abdi Tuhan. Ia menyadari bahwa Islam adalah fitrah insan dan ia pun haqqul yaqin pada firman Allah SWT, “…. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia sangat baik bagimu….” Ia patuh pada Allah SWT semata-mata hanya sebagai perwujudan rasa terima kasihnya.

Kepribadian tingkat VII : An-Nafs al-Kamilah

Ini adalah tingkat manusia yang sempurna (al-Insan al-Kamil). Kesempurnaannya adalah kesempurnaan moral yang telah bersih dari semua hasrat kejasmanian sebagai hasil dari kesadaran murni akan pengetahuan yang sempurna tentang Allah SWT. “Selubung diri” nya telah terbuka hanya mengikuti Kesadaran Illahi. Nabi Muhammad SAW adalah contoh manusia yang telah sampai pada tingkat ini. Kepribadiannya mengungkapkan segala hal yang mulia dalam kodrat manusia.

Sumber : ‘Pengenalan Diri dan Dambaan Spiritual’ oleh Abdul Fattah Rashid Hamid